Menitipkan Kerinduan Pada Bulan Ramadan

Dedi Saputra, S.Sos. SELOKO.ID/Istimewa.
Dedi Saputra, S.Sos. SELOKO.ID/Istimewa.

Kutbah Idul Fitri: Menitipkan Kerinduan Pada Bulan Ramadan.

Oleh: Dedi Saputra, S.Sos (Alumni IAIN STS Jambi).

الْحَمْدُ ِللهِ الْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّبَعَ رِضَاهُ، الْمُنْتَقِمِ مِمَّنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ، الَّذِى يَعْلَمُ مَا أَظْهَرَهُ الْعَبْدُ وَمَا أَخْفَاهُ، الْمُتَكَفِّلُ بِأَرْزَاقِ عِبَادِهِ فَلاَ يَتْرُكُ أَحَدًا مِنْهُمْ وَلاَيَنْسَاهُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى مَاأَعْطَاهُ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ. أَمّأَبَعْدُ؛ فَيَآ أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هٰذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ، أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ، وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، فَهُوَ يَوْمُ تَسْبِيْحٍ وَتَحْمِيْدٍ وَتَهْلِيْلٍ وَتَعْظِيْمٍ وَتَمْجِيْدٍ، فَسَبِّحُوْا رَبَّكُمْ فِيْهِ وَعَظِّمُوْهُ وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْ

Para pembaca yang budiman.

Pada pagi hari yang cerah ini, 13 Mei 2021 atau bertepatan dengan 1 syawal 1442 Hijriah. Seluruh umat islam diseluruh penjuru dunia tengah memuji Allah, Sejak tadi malam hingga pagi hari sahutan takbir, tahlil dan tahmid terus berkumandang ditengah kerinduan bagi saudara-saudara kita yang berada diperantauan. Lantunan takbir itu saling bersahutan mengikuti gelombang lautan samudera hingga menusuk ke hati para awak kapal yang tengah merayakan lebaran jauh dari keluarga tercinta.

Gema takbir itu sontak menghentikan langkah para pengayuh becak yang seharian mencari kehidupan. Suara takbir, tahlil dan tahmid tanpa disadari menguraikan air mata bagi saudara kita yang saat ini tengah sakit, kaki dan tangannya tak mampu melangkah kerumah Allah untuk melaksanakan Sholat Ied idul fitri yang dilakukan setahun sekali ini.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Kalimat Takbir “Allahu Akbar” memuji kebesaran Allah SWT terus mengisi ruang alam semesta hingga menembus Arasyi. Pada pagi hari ini, Seorang ayah meninggalkan anak dan istrinya di rumah, demi mencari nafkah meskipun ditengah suasana lebaran. Seorang anak rela meninggalkan kedua orang tuanya yang sudah tua renta, jauh merantau di negeri orang, demi memenuhi kebutuhan orang tuanya yang tak bisa memenuhi kehidupan dan sedang dalam persakitan.

Ketahuilah, bahwa saudara kita yang berada di perantauan saat ini tengah dirundung kesedihan yang amat dalam ketika suara takbir dilantunkan, ada diantara mereka tidak bisa pulang kampung karna tak memiliki biaya, ada yang malu karna tidak bisa membawa apa-apa untuk keluarga, ada yang tak bisa datang karna terhalang oleh aturan Covid 19.

Kekurangan dan keterbatasanlah membuat mereka tak mendatangi kampung halaman tercinta. Lebaran betul-betul menjadi momen yang berharga bagi umat islam yang tinggal di perantauan. Kerinduan itu mereka curahkan lewat telponan meskipun sambil tersedu-sedu karna menahan kesedihan.

Saudaraku yang berbahagia,

Sungguh beruntunglah kita pada hari ini bisa merayakan Idul Fitri tahun ini bisa berkumpul dengan sanak keluarga, saling bermaafan dan saling mencicipi makanan walaupun dengan cara yang cukup sederhana. Lebaran Idul Fitri benar-benar sebagai puncaknya kerinduan bagi mereka yang saat ini berpisah dari sanak keluarga tercinta.

Lebaran juga menjadi perekat persaudaraan yang mungkin selama ini sempat terputus karna kesalahan dan kealpaan masing-masing, momen lebaranlah yang menyatukan kembali persaudaraan itu dengan saling bermaaf-maafan satu dengan yang lainnya.

Para pembaca yang budiman,

Lebaran selalu diidentikkan dengan suasana kerinduan, rindu akan bulan ramadan yang telah bersama kita selama sebulan, bagi yang berhasil melaksanakan puasa secara penuh harus dipertahankan karna telah berhasil melawan hawa nafsu selama satu bulan penuh, bagi saudara kita yang kadang puasa kadang tidak, merekapun berhadap ketemu bulan ramadhan dimasa mendatang.

Ramadhan juga meninggalkan kerinduan akan lantunan tadarusan Al-Qur’an yang setiap malam menggema ditengah keheningan. Pada puncaknya, suasana lebaran juga membawa kerinduan seorang anak kepada orang tuanya, tahun lalu masih bersama, lebaran tahun ini harus kehilangan orang tua selama-lamanya karna kembali ke pangkuan Rabbnya. Rindu semakin memuncak, saat takbir terus dikumandangkan tanpa ada jedah sedetikpun dari seluruh penjuru dunia. Semuanya merayakan kemenangan, menang melawan hawa nafsu selama bulan suci ramadhan.

Allahu akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Pembaca yang budiman.

Selama bulan Ramadan, kita umat islam telah diwajibkan menjalankan ibadah puasa, disana kita diberikan pelajaran yang sangat berharga, yaitu menahan hawa nafsu dari segala hal yang membatalkan ibadah puasa tersebut. Mulut kita diajarkan untuk berbicara yang baik-baik saja, telinga dibiasakan mendengarkan kalimat yang menambah pahala kebaikan, tangan diajarkan untuk darmawan, mata diajarkan untuk melihat kebaikan dan lain sebagainya.

Ramadan betul-betul menjadi madrasah bagi kita umat manusia. Ibadah di bulan Ramadan hendaknya, bukan hanya sekedar ritual spiritual saja, namun Ramadan harus menjadi cerminan dalam kehidupan kita selama 11 bulan kedepan.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Walillahilham.

Pembaca yang berbahagia.

Sungguh beruntung, bagi kita yang pada hari ini bisa berkumpul dengan sanak keluarga tercinta, bersuka cita, saling bercerita satu dengan lainnya, menggunakan baju baru, kain sarung baru, kopiah baru dan sederet kue lebaran yang sudah dipersiapkan. Namun, banyak diantara saudara kita yang tak berkecukupan, jangankan mau membeli baju baru, kopiah baru, kain sarung baru, untuk makan saja hari ini mereka masih mengalami keterbatasan.

Seorang anak harus menangis tersedu-sedu dipangkuan ayah dan ibundanya, karna pengen baju lebaran, namun apa daya, mereka harus bersabar dan tak bisa membendung air mata karna tak bisa memenuhi keinginan anaknya.

Mereka hanya bisa berkata “Sabar ya nak, tunggu ayah dapat duit lebih, sabar ya nak tunggu mak dapat rizki. Jangankan mau beli baju lebaran nak, kita membeli daging setahun sekali saja saat lebaran kita belum mampu,”. begitulah gambaran ungkapan kesedihan yang mereka alami.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Ramadan sejatinya melatih kesabaran dan hidup saling berbagi sesama umat manusia. Bersabar dari gejolak hawa nafsu, bersabar dari gemerlapnya dunia dan bersyukur atas segala nikmat dunia yang Allah berikan. Saat kita menahan lapar dan haus pada bulan ramadhan, disana ada pelajaran sosial yang harus kita selami, yaitu agar kita ikut merasakan bagaimana rasanya menahan rasa lapar dan haus, seperti yang rasakan oleh saudara kita yang mengalami kesusahan ekonomi.

Pembaca yang berbahagia,

Maka dari itu, puasa hendaknya menjadi madrasah bagi kita sebagai makhluk sosial, kita harus peka terhadap lingkungan disekitar kita, terutama kepada tetangga kita yang mengalami keterbatasan ekonomi tersebut. Bisa jadi ditengah kebahagiaan yang kita rasakan pada saat lebaran tahun ini, mereka justru membutuhkan bantuan, mereka butuh uluran tangan dari kita yang diberikan Allah rizki yang lebih. Karna didalam harta yang kita kumpulkan terdapat hak-hak kaum duafa yang wajib kita salurkan baik melalui zakat fitrah, sedekah maupun cara lainnya.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Seorang anak yatim piatu sambil mengelus batu nisan orang tuanya, hanya bisa menangis penuh kesedihan dihadapan makam kedua orang tuanya, dia tak bisa mengadu kepada siapa meminta baju lebaran, sepatu baru, baju baru dan celana baru. Sang yatim piatu hanya bisa mengirim untaian doa kepada orang tuanya sebagai hadiah lebaran, sambil berkata “Mak dan ayah semoga engkau tenang disana, Semoga Allah ampuni dosa mak dan ayah, aku rindu ayah dan mak. Seandainya ayah sama mak masih hidup pasti aku memiliki baju lebaran seperti kawan-kawan yang saat ini masih memiliki orang tuanya,”. Begitilah ungkapan kesedihannya.

Bagi anak-anak yang berada di panti asuhan, mereka juga bernasib sama, hari ini mereka hanya bisa mengintip dibalik jendela, melihat anak seumurnya penuh riang gembira dengan berbagai macam permainan hadiah dari orang tua. Sementara mereka hanya menaruh harapan dan doa kepada sang darmawan yang memberikan mereka pakaian dan makanan. Duka mereka hendaknya dijadikan duka kita bersama yang diharapkan menjadi suka dalam kebersamaan, inilah yang diinginkan ramadhan.

Pembaca yang berbahagia.

Ramadan telah meninggalkan kita, ramadan telah meninggalkan pesan kepada kita sebagai umat islam yang beriman, agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Takwa berarti takut kepada Allah sebagai sang pencipta. Semua kesedihan, kebahagiaan dan kesuksesan harus kita sandarkan kepada Allah SWT agar kita tidak menjadi hamba yang kufur nikmat.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqaroh.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

” Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi hamba yang bertakwa,”. QS. Al-baqaroh (183).

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Pada akhirnya, di tengah kebahagiaan perayaan lebaran Idul Fitri yang dilakukan umat islam diseluruh penjuru dunia pada hari ini, rasa duka tengah menyelimuti saudara kita di jalur Ghaza Palestina, belasan anak-anak tak berdosa menjadi korban kebiadan Zionis Israel Laknattullah, para perempuan ditangkap dan disiksa dan rumah mereka digusur dan dihancurkan.

Di Afrika Selatan, ribuan orang mengalami kelaparan akibat peperangan yang berkepanjangan, sampai-sampai diantara mereka harus memakan kotoran hewan demi mempertahankan kehidupan. Begitu juga yang terjadi dengan ummat islam di rohingya Myanmar, mereka menjalankan idul fitri tahun ini penuh dengan duka, mereka kehilangan harapan, mereka kehilangan segalanya.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Namun demikian, meskipun umat islam di jalur Ghaza Palestina merayakan Idul Fitri dengan penuh rasa ketakutan dan dibawah ancaman tentara Israel. Mereka sedikitpun tidak takut dan gentar, mereka tetap merayakan lebaran Idul Fitri dengan seadanya, suara takbir tetap mereka gaungkan meskipun ditengah pengungsian. Iman mereka tetap kokoh bahkan semakin kuat kepada Allah SWT. Itulah ketakwaan dan keimanan yang sebenarnya.

Demikianpun umat islam di Rohingya Myanmar hidup dalam ketakutan, kelaparan dan kesedihan, seorang anak kehilangan orang tuanya, orang tua kehilangan anaknya dan mereka kehilangan rumah dan harta benda. Namun mereka tidak pernah menggadaikan iman mereka kepada rayuan manis dunia yang penuh sandiwara. Allah tetap dalam lafaz mereka meskipun nyawa harus melayang. Begitulah betapa tingginya kenikmatan iman yang mereka pertahankan. Ramadhan telah mengajarkan kita melalui ibadah puasa, agar tidak mudah terpengaruh oleh rayuan dan bujukan syaitan yang menyesatkan.

Pembaca yang berbahagia,

Spirit Bulan Ramadan harus benar-benar menjadikan pribadi kita sebagai manusia yang mudah memberikan maaf kepada sesama, menguatkan nilai Ukhwah Islamiyyah dan kemanusian. Bulan Ramadan adalah sebagai madrasah bagi umat islam yang harus tetap menjaga nilai dan spirit dari ibadah puasa tersebut dalam kehidupan kita pada bulan-bulan berikutnya. Ramadan boleh meninggalkan kita, tapi kita jangan meninggalkan roh dari Ramadan itu sendiri.

Allahu Akbar,
Allahu Akbar,
Allahu Akbar.

Semoga Allah membimbing kita menjadi manusia yang bertakwa, beriman dan mempertemukan kita kembali pada bulan ramadhan berikutnya. Dan semoga Allah segera mencabut cobaannya kepada umat manusia di muka bumi ini, terutama bagi negara kita yang tercinta ini dari virus corona atau Covid 19 yang tengah menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan kita. Amin Yaa Robbal ‘alamin.

ُُبَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِفَهْمِهِ إِنَّهُ هُوَ البَرُّ الرَّحِيْم.