SELOKO.ID | SAROLANGUN– Praktik penimbunan solar subsidi yang dilakukan 2 pelaku berhasil diungkap oleh polisi dari Polres Sarolangun.
Kedua pelaku merupakan kakak beradik. Mereka ialah Saifullah 53 tahun dan adiknya Hermanto 41 tahun, warga Desa Gurun Mudo, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Jambi.
Saifullah dan Hermanto diringkus polisi lantaran ketahuan menimbun 10 ton Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi.
Rumah Hermanto yang menjadi lokasi penimbunan BBM solar itupun digerebek polisi.
Polisi juga mendapati satu unit mobil pick up terparkir di teras rumah Saifullah. Mobil itu bermuatan jerigen diduga berisi solar.
Kedua pebisnis solar bersubsidi ilegal ini diringkus di tempat berbeda di kediaman mereka masing-masing pada Kamis 31 Maret 2022 lalu.
Sebanyak 10 ton BBM solar subsidi dari kedua kakak beradik tersebut disita polisi. Kedua pelaku saat itu juga diamankan ke Mapolres Sarolangun guna proses hukum lebih lanjut.
Kapolres Sarolangun, AKBP Anggun Cahyono membenarkan hal ini.

“Dua orang ini adalah saudara kakak beradik, jadi mereka saling mengenal. Mereka ada kerjasama,”kata AKBP Anggun Cahyono.
Dikatahui, BBM bersubsidi jenis bio solar itu dilangsir dari dua SPBU. Yakni SPBU di Desa Gurun Mudo, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, dan SPBU di Desa Durianluncuk, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari.
Kedua pelaku membeli solar dari SPBU. Caranya dilansir menggunakan mobil. Saat ini polisi tengah mendalami ada tidaknya keterlibatan pihak SPBU dengan bisnis ilegal BBM solar bersubsidi ini.

“Sedang didalami. Selama ini mereka membeli di SPBU dengan menggunakan kendaraan, dilansir menggunakan mobil,”jelas Kapolres Sarolangun.
Kapolres menjelaskan, aksi mengetap solar bersubsidi telah dilakukan kedua pelaku sejak 5 tahun lalu. Solar subsidi ini diduga disalurkan ke warung-warung penjual BBM.
“Kegiatan ini telah berlangsung kurang lebih selama 5 tahun. Penjualannya diecer ke warung-warung di tepi jalan,”kata AKBP Anggun Cahyono.

Kedua pelaku terancam pidana penjara paling lama 6 tahun serta denda Rp 60 miliar. Keduanya dijerat Pasal 55, 53, juncto Pasal 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. (Eko)