Oleh: Dedi Saputra,S.Sos,.M.I.Kom.
SELOKO.ID,Opini- Dalam panggung politik, kekuatan dan karisma seorang pemimpin sering kali tidak hanya diukur dari kecerdasan strategi atau visi besar yang mereka bawa, melainkan juga dari keteguhan dukungan yang mereka dapatkan dari keluarga, terutama dari pasangan hidup.
Kepemimpinan sejati adalah tentang kemampuan menggabungkan harmoni dalam kehidupan pribadi dengan tanggung jawab publik.
Hal ini terlihat jelas dalam pasangan Laza-Aris, yang selalu tampil bersama istri tercinta saat menyapa masyarakat.
Kehadiran istri mereka bukan sekadar formalitas atau penampilan simbolis, ia adalah elemen esensial yang meneguhkan karakter dan integritas mereka sebagai calon pemimpin yang membawa pesan penting, kekuatan sebuah keluarga yang solid adalah pondasi dari kepemimpinan yang kokoh.
Dalam adat Melayu Jambi, “tiang rumah tidak akan berdiri kokoh tanpa dasar yang kuat”. Begitu pula dalam kepemimpinan, sebuah keluarga yang harmonis adalah pondasi bagi pemimpin yang mampu menghadapi berbagai dinamika politik.
Ketika Laza dan Aris menyapa rakyat dengan didampingi istri, mereka tidak hanya menampilkan sosok pemimpin yang berkarisma, tetapi juga mengirimkan pesan bahwa keluarga adalah sumber kekuatan moral dan emosional mereka.
Kehadiran istri dalam setiap langkah Laza-Aris merupakan simbol nyata dari harmoni yang mereka bawa, mencerminkan semangat adat “saling menjunjung” dalam kehidupan Melayu, dimana dukungan dan keseimbangan antara suami-istri mencerminkan tanggung jawab dan saling percaya dalam memimpin.
Dalam budaya Jawa, ada ungkapan bijak yang berbunyi, “wanita adalah sumur kehidupan bagi seorang pemimpin”. Hal ini menggarisbawahi peran penting istri dalam mendukung suami, baik secara emosional maupun spiritual.
Laza-Aris, dengan didampingi istri tercinta di berbagai kesempatan, memperlihatkan bagaimana dukungan seorang istri adalah bagian integral dari kekuatan mereka sebagai calon pemimpin.
Keharmonisan keluarga ini menjadi refleksi dari stabilitas yang mereka bawa dalam setiap keputusan dan kebijakan yang akan diambil jika terpilih.
Kehadiran sang istri tidak hanya memperkuat citra pribadi mereka, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka memimpin dengan hati dan komitmen yang mendalam terhadap nilai-nilai keluarga.
Di sisi lain, dalam budaya Bugis, dikenal filosofi “siri’ na pace”, yang menggambarkan pentingnya harga diri, kehormatan, dan tanggung jawab yang besar dalam memimpin.
Kehadiran istri dalam setiap langkah Laza-Aris bukan hanya sekadar pendamping, tetapi cerminan dari kehormatan dan integritas yang mereka junjung tinggi.
Filosofi Bugis ini menegaskan bahwa seorang pemimpin yang sejati harus memiliki harga diri yang dijaga dengan penuh tanggung jawab, dan peran istri menjadi elemen penting dalam menjaga siri’, atau martabat, dalam kepemimpinan mereka.
Apa yang ditampilkan oleh Laza-Aris bersama istri masing-masing adalah kepemimpinan berbasis keluarga yang bukan hanya menjadikan mereka teladan dalam hal kebersamaan, tetapi juga memperlihatkan bahwa pasangan yang harmonis mampu mengemban amanah rakyat dengan lebih baik.
Sebagaimana dalam seloko Jambi yang berkata, “tak berderak tikar sebelah”, kehadiran istri dalam setiap perjuangan mereka menunjukkan keseimbangan antara peran publik dan pribadi, menjadikan mereka sosok pemimpin yang lengkap dan tegas dalam bertindak, tetapi lembut dalam menjaga nilai-nilai kekeluargaan.
Dengan dukungan istri yang selalu hadir di setiap langkah, Laza-Aris membuktikan bahwa, kepemimpinan tidak harus kaku dan penuh ambisi semata.
Harmoni keluarga yang mereka tampilkan menjadi modal besar untuk membangun kepercayaan rakyat, yang tentu berharap pada pemimpin yang bukan hanya cerdas dalam menjalankan pemerintahan, tetapi juga bijak dalam menjaga keseimbangan dalam kehidupan pribadi.
Kombinasi antara kekuatan keluarga dan visi besar yang mereka bawa, menjadikan Laza-Aris sosok yang siap mengemban amanah rakyat dengan komitmen penuh, serta membawa perubahan yang berarti bagi Kabupaten Tanjung Jabung Timur.