Oleh: Ansori Barata
SELOKO.ID, Opini- Muslimin Tanja sebenarnya memiliki peluang besar untuk memanfaatkan momentum pasca deklarasi pasangan calon “Diminta” guna mencapai tingkat elektabilitas yang lebih tinggi dan prestisius. Salah satu momen berharga adalah saat video eksklusif Tanja yang mengadakan lomba cungkil kelapa bagi petani di Lambur. Dalam video tersebut, Tanja terlihat begitu mahir memutar bola perekonomian Tanjab Timur yang bulat tidak beraturan itu, kelapa dalam.
Hanya dengan berapa kali gocekan, kelapa berserabut itu menjadi plontos, dan teriakan kegembiraan diluapkan Tanja dengan tangan teracung ke atas sebagai selebrasi kebahagiaan, menembus langit politik yang langsung berwarna merah muda di kubu Tanja. Seluruh penonton di stadion “Diminta” bergemuruh penuh suka cita sambil mungkin berkata dalam hati, “Kita sepertinya menang”, padahal ketika itu pluit baru dua menit ditiup wasit.
Video tersebut berhasil mengunci hati para petani yang menjadi basis pemilih terbesar. Tanja seolah-olah adalah perwakilan mereka: seorang petani yang juga calon pemimpin, cerdas dan merakyat.
Maka, tagline merakyat seharusnya berada pada Tanja, bukan pada Romi Hariyanto yang menurut hemat penulis tidak atau belum menunjukkan isyarat merakyat yang paling artifisial. Romi harus melakukan kerja-kerja rakyat untuk memperjelas Spirit merakyat yang Ia usung. Mencontoh Tanja mungkin terlambat, namun melakukan pencitraan media sosial masih bisa dilakukan. Tentang ini penulis tengah menyiapkan sebuah tulisan khusus yang akan terbit beberapa hari ke depan dengan judul : “Kesempatan Terakhir Romi Hariyanto”
Beralih kepada paslon “Diminta”, Tanja harus melanjutkan gebrakan ini di ranah-ranah lain, seperti nelayan, pedagang, pekebun, dan pelaku UKM, untuk memperluas empatinya dan mengukuhkan posisinya di masyarakat. Sayangnya, inisiatif tersebut terhenti tanpa alasan yang jelas selain agenda kunjungan yang padat.
Begitu juga dengan Dilla, belum terlihat adanya upaya orisinal untuk menyaingi gestur sosial Tanja. Dilla yang diharapkan tampil dengan profil Ibu kharismatik untuk memicu simpati justru hadir dengan gaya standar: komunikasi sosial yang hanya memuat kegembiraan, simbol dua jari dan joget ria tanda bahagia. Seolah ini memberi pesan bahwa Tanjab Timur tidak punya masalah serius, padahal sebaliknya, kita tengah menghadapi masalah berat, krisis kepemimpinan. Sejak dua periode terakhir kita selalu menunggu sosok yang representatif, kepemimpinan yang mampu menyatukan banyak kepentingan.
Dillah tidak menjawab itu. Dalam orasi-orasinya, Dilla seharusnya bisa lebih fokus membahas permasalahan mendesak ketimbang menceritakan kisah epik pribadinya, seperti klaim bahwa ia satu-satunya calon yang mampu menembus Sungai Benu dengan sepeda motor. Memang mengesankan di mata rakyat, tetapi dari perspektif pengamat, ini bisa menjadi gestur sosial yang berbahaya, bahan santapan gratis bagi lawan politik. Untungnya, hal tersebut tidak menjadi blunder, dan kubu Laris juga tidak berniat memanfaatkan celah ini. Inilah uniknya politik di Tanjab Timur, masih ada rasa saling menghargai.
Politik Santun, Gestur Sosial Laza
Gestur sosial positif ternyata secara alami hadir pada Laza. Lihat bagaimana video-video Laza mampu mencuri perhatian publik secara masif. Orasi Laza di KPU, yang menunjukkan kemampuannya sebagai orator berkelas, berhasil memikat simpati, bahkan dari para rivalnya. Ia yang sebelumnya dianggap hanya “anak mama” yang mengandalkan trah keluarga dan kekuatan finansial, berhasil membantah persepsi tersebut dengan sangat meyakinkan. Gestur sosial Laza terlihat begitu alamiah, tidak dibuat-buat. Ketika bertemu warga, ia tak segan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
Lihat juga cuplikan video kedua paslon ini yang didampingi oleh istri masing-masing. Dalam salah satu video, saat hujan mulai turun, tampak dua paslon melindungi pasangan mereka dengan payung dari Baleho kecil yang mereka bawa. Ini adalah bentuk penghargaan yang tulus terhadap pasangan, dan tentu saja drama politik di bawah hujan ini membuat banyak istri di Tanjab Timur patah hati secara massal. Pasangan Laris tampak sekali sebagai pasangan ideal yang harus dicemburui, sehat secara visual, dan tidak sedikitpun sakit dalam etika dan kepribadian.
Sikap Laza juga mencerminkan politik yang santun, seperti terlihat dalam foto saat ia sungkem ke Abdullah Hich di KPUD Tanjab Timur. Ia mengedepankan rasa hormat, bahkan kepada rival politik, dan ini adalah tamparan keras bagi para politisi brutal yang lebih memilih risiko perpecahan demi kepentingan politik mereka.
Meskipun Laza masih tergolong hijau dalam dunia politik, ia bijaksana dalam berkepribadian, dan ini mewarnai sikap politiknya. Aris, dengan sikap diamnya, justru menjadi penyeimbang sempurna. Tak heran jika branding kubu Laris kini fokus pada karakter yang lebih to the point kepada pemilih yakni “Layak dan Realistis.”
Orasi Laza di KPU juga menyebarkan pesan positif secara luas. Suara dan pesan moralnya memikat banyak orang. Saat berkunjung ke nelayan, Laza menunjukkan kesan berbeda, bahwa ia benar-benar peduli. Semua cuplikan video dan orasinya memberikan identifikasi bahwa Laza memiliki tren positif sebagai calon bupati yang diunggulkan.
Akhirnya, peta pertarungan kini mulai berubah dari “rebutan pengaruh” menjadi “pertarungan simpati” di mana gestur sosial memiliki peran besar dalam memantik kecenderungan publik sekaligus merevisi rekam jejak masa lalu dan menghapus dosa-dosa politik yang sulit dilupakan. Dan dalam kontestasi Pilbup 2024 ini, perang simpati justru terletak pada Laza versus Tanja. Keduanya seperti memiliki magnet yang sama sekali berbeda dalam cara penggarapan.
Jika Tanja terlihat memakai strategi dengan skema modern dimulai dari mapping hingga mengaplikasikan teori-teori massa lewat kemampuan survey nya, maka laza terlihat lebih percaya menggunakan cara tradisional. Ia menggarap dari satu titik ke titik berikutnya, gerilya politik seperti Laza ini juga bukan tanpa sebab, bahwa masyarakat masih percaya jika pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang rajin silaturrahmi dan mendengar suara masyarakat. Laza, melalui Zola sang kakak, tahu benar apa itu Tanjung Jabung Timur.
Dillah maupun Aris tetap memainkan peran mereka sebagai jalan yang memperkuat menuju pintu kemenangan. Dilla masih percaya pada squad veteran yang ia miliki saat nyalon bersama Gatot, sementara Aris, jejaring keluarganya tidak bisa dipandang sebelah mata. ketokohan Haji Amri ayah dari sang calon wakil bupati adalah ketokohan yang sulit dibantah. Ia pemilik jaringan usaha yang mampu membuat petani di bawahnya akan bergerak dan membantu secara sukarela.
Bangkit Samudra dan Gerakan Zola
“Bangkit” adalah diksi ajaib, dan kemunculannya pun terbilang ajaib. Seperti halnya “Bangkit Samudra” dalam visi misi Laris. Nama tersebut mengacu pada program Zumi Zola yang belum selesai dan harus kembali dihidupkan. Secara filosofis, “Bangkit” bisa diartikan sebagai upaya membangunkan potensi Tanjab Timur yang tertidur: lahan tidur yang tak tergarap, banyaknya lelaki usia produktif yang menganggur, hingga bangunan pemerintah yang tidak difungsikan.
Semangat kebangkitan disini adalah satu upaya menghidupkan kembali pembangunan yang selama ini terabaikan, bisa akibat disorientasi kepemimpinan, atau memang ada hal yang belum sempat dijalankan.
Dengan membawa semangat baru, Laza menghadirkan “Bangkit Samudra” sebagai roh kebangkitan, sebuah narasi klasik yang masih relevan untuk dipakai.
Bersambung…
Colega Forum, Aktivis KAHMI Tanjab Timur