Pungutan Pembuatan Sporadik di Desa Rantau Karya Capai Jutaan Rupiah

Kepala Desa Rantau Karya, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Agus Muardi. (foto:ist)
Kepala Desa Rantau Karya, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Agus Muardi. (foto:ist)

SELOKO.ID, Tanjung Jabung Timur- Praktik pungutan liar (Pungli) dalam pembuatan sporadik di tingkat Desa diduga terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Dugaan Praktik pungli sporadik tersebut terjadi di Desa Rantau Karya, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Mirisnya, dugaan pungutan ini tidaklah kecil. Nilainya bahkan mencapai jutaan rupiah.

Adanya dugaan praktik pungli pembuatan sporadik tersebut diungkapkan langsung oleh sejumlah warga di Desa Rantau Karya.

Misdi, salah seorang warga desa Rantau Karya menuturkan, untuk setiap pembuatan satu sporadik, pemohon dikenakan biaya hingga 4,5 juta rupiah.

“Diminta bayar empat juta setengah untuk setiap sporadik. Diminta oleh kepala desa. Belum lama, tahun 2022 inilah,”ungkap Misdi.

Surono, anggota kelompok tani di desa Rantau Karya membenarkan adanya dugaan pungli pembuatan sporadik. tersebut.

“Terbukti jelas didalam sporadik yang di terbitkan kepala desa di tahun 2020, atas nama Maliki di lahan berstatus hutan produksi. Sudah jelas hutan produksi tidak boleh di miliki oleh siapapun, apalagi di perjualbelikan. Pemanfaatan dan pengelolaan harus ada izin dari kementerian,”ungkapnya.

Sementara itu, pemohon pembuatan sporadik di desa Rantau Karya lainnya, Hasnawati menuturkan, ia pernah ingin mengurus sporadik dilahan yang di lepas oleh PT. Kaswari dengan jumlah 3 sporadik. Untuk pembuatan satu sporadiknya ia dimintai tarif sebesar Rp 4,5 juta oleh pihak desa.

Hasnawati menjelaskan, ia juga pernah membeli lahan seluas 2 hektar pada tahun 2022. Lahan tersebut ia beli berawal dari tawaran kepala desa kepadanya, dengan kondisi lahan yang masih di tanami akasia.

“Saya belinya sama yang punya, yakni pak Maliki yang ada di WKS melalui pak kades. Pak kades langsung datang kerumah, dia menawarkan langsung,”jelas Hasnawati.

Ia menerangkan, sebelum membeli lahan tersebut, ia mendapat penjelasan dari Kepala Desa bahwa lahan yang akan ia beli telah memiliki surat, aman dan tidak bermasalah. Sementara diketahui, lahan tersebut diduga merupakan lahan hutan produksi.

“Datanglah pak Maliki ke rumah, runding-runding jadilah saya beli. Dua hektar itu uangnya Rp 30 juta lebih, tapi gak sampai Rp 40 juta. Saya bayar dua kali pak, karna gak punya duit,”jelasnya.

Kades Rantau Karya, Agus Muardi angkat bicara soal dugaan pungli dalam pembuatan sporadik di Desa Rantau Karya.

Agus menuturkan, pungutan sebesar Rp 4,5 juta rupiah tersebut bukan hanya untuk pembuatan sporadik, melainkan juga untuk biaya pengurusan lahan ke BPKH Pangkal Pinang.

“Jadi bahasa pengurusan sporadik Rp 4,5 juta itu bahasa yang dipelintir,”tegas Agus Muardi. (Red)